Artikel Pengetahuan Dan Teknologi

Jun 3, 2014

Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Jawa

Blog Penerang - Unsur Kekerabatan Masyarakat Suku Jawa - Sistem kekerabatan dan organisasi sosial adalah sebuah pola kehidupan suatu kelompok masyarakat agar mempunyai sifat dan ciri adanya kekeluargaan yang disebabkan oleh adanya hubungan pertalian darah atau hubungan perkawinan.

Sistem kekerabatan Jawa adalah berdasarkan prinsip keturunan bilateral atau garis keturunan yang hitung dari dua belah pihak, yaitu garis keturunan ayah dan ibu.
Dengan prinsip bilateral atau parental ini maka ego mengenal hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga, yang disebut sanak sedulur (kindred). Khusus di daerah Yogyakarta bentuk kerabat disebut alur waris, yang terdiri dari enam sampai tujuh generasi.



Di Yogyakarta tatacara sopan santun pergaulan layaknya yang akan dibahas dibawah berlaku di antar kelompok kerabat (kinship behavior) Untuk orang muda sudah merupakan keharusan menyebut seseorang yang lebih tua darinya baik laki-laki maupun perempuan dengan istilah seperti yang akan disebutkan dibawah ini sebab orang yang lebih tua dianggap merupakan pembimbing, pelindung, atau penasihat kaum muda. Melanggar seluruh perintah dan nasihat kaum tua akan menyebabkan sengsara yang disebut juga dengan kuwalat.

Dibawah ini merupakan istilah-istilah kekerabatan dalam Masyarakat Jawa untuk menyebut seseorang di dalam kelompok kerabatnya dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut :
  • Ego menyebut orang tua laki-laki dengan Bapak atau Rama.
  • Ego menyebut orang tua perempuan dengan Simbok atau Biyung.
  • Ego menyebut kakak laki-laki dengan Kamas, Mas, Ka kang Mas, Kakang atau Kang.
  • Ego menyebut kakak perempuan dengan Mbakyu, Mbak atau Yu.
  • Ego menyebut adik laki-laki dengan Adhi, Dhimas, Dik atau Le.
  • Ego menyebut adik perempuan dengan Adhi, Dhi Ajeng, Nduk atau Dhenok.
  • Ego menyebut kakak laki-laki dari ayah atau ibu dengan Pakdhe, Siwa atau Uwa.
  • Ego menyebut Kakak perempuan dari ayah atau ibu dengan Budhe, Mbok Dhe atau Siwa. 
  • Ego menyebut adik laki-laki dari ayah atau ibu dengan Paman, Paklik atau Pak Cilik.
  • Ego menyebut adik perempuan dari ayah atau ibu dengan Bibi, Buklik, Ibu Cilik atau Mbok Cilik.
  • Ego menyebut orang tua ayah atau ibu baik laki-laki maupun perempuan dengan Eyang, Mbah, Simbah, Kakek atau Pak Tuwa. Sebaliknya Ego akan disebut dengan Putu.
  • Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan dua tingkat di atas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Buyut. Sebaliknya, Ego akan disebut dengan Putu Buyut atau Buyut.
  • Ego menyebut orang tua laki-laki/ perempuan tiga tingkat di atas ayah dan ibu Ego dengan Mbah Canggah, Simbah Canggah atau Eyang Canggah. Sebaliknya, Ego akan disebut Putu Canggah atau Canggah.
(Ego diatas kalau tidak salah mempunyai arti aku/saya)

Pada sistem kekerabatan masyarakat Jawa atau sistem kekerabatan suku bangsa Jawa sangat dilarang adanya perkawinan antara saudara sekandung, antara saudara misan yang ayahnya adalah saudara sekandung, atau perkawinan antara saudara misan yang ibunya sekandung, juga perkawinan antara saudara misan yang laki-laki menurut ibunya lebih muda dari pihak perempuannya, sedangkan perkawinan yang termasuk nggenteni karang wulu atau perkawinan sororat, yaitu perkawinan seorang duda dengan adik atau kakak mendiang istrinya diperbolehkan.
Selain yang sudah disebutkan di atas pada masyarakat Jawa terdapat juga perkawinan poligini atau wayuh yakni seorang pria memiliki istri lebih dari seorang. Sebelum akan diadakannya upacara peresmian perkawinan terlebih dahulu diselenggarakan serangkaian upacara-upacara.

Pada masyarakat suku bangsa Jawa selain terdapat perkawinan dengan sistem pelamaran terdapat juga sistem perkawinan yang lain yaitu :
  1. Sistem perkawinan magang atau ngenger, yaitu perkawinan yang terjadi antara perjaka yang telah mengabdikan diri kepada keluarga atau orang tua si gadis.
  2. Sistem perkawinan triman, yaitu sistem perkawinan dengan sistem mendapatkan istri karena pemberian atau penghadiahan dari salah satu lingkungan keluarga tertentu, misalnya keluarga keraton atau keluarga priyayi.
  3. Sistem perkawinan ngunggah-unggahi, yaitu sistem perkawinan yang melakukan pelamaran adalah pihak si gadis kepada perjaka. Hal ini terjadi misalnya pada masyarakat Lamongan dan Bojonegoro.
  4. Sistem perkawinan paksa, yaitu sistem perkawinan yang terjadi antara seorang perjaka dan gadis atau kemauan kedua orang tua tersebut. Pada umumnya perkawinan ini banyak terjadi pada perkawinan anak-anak atau perkawinan  masa lampau.
(sumber : jawaku.site88.net)

Nah semoga dengan adanya artikel ini kita dapat mengerti lebih dalam tentang sistem kekerabatan yang ada di tiap daerah di Indonesia. Karena setiap daerah tentunya memiliki perbedaan yang unik yang ada dalam setiap kelompok masyarakat.
Sekian artikel berjudul sistem kekerabatan masyarakat suku jawa.

Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Jawa Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Admin